Negara Indonesia, adalah Negara yang kaya akan keanekaragaman kebudayaan, alam, jumlah penduduk, serta wilayah yang sangat luas. Dimana terdapat pemikiran- pemikiran, pendapat-pendapat yang berbeda pula.
Oleh Karena itu para pendiri bangsa Indonesia berusaha memecahkan masalah tersebut dengan membuat pancasila, yang didalamnya terdapat semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Jadi kita sebagai penerus bangsa harus menghormati serta memaklumi perbedaan-perbedaan tersebut, karena kita adalah satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Kalau kita perhatikan seluruh agama yang ada (sebelum Islam), masih tersisa pesan- pesan tentang nilai ketuhanan yang Menggambarkan kelanggengan (keabadian) bentuk Dzat Yang tidak tergambarkan, itulah Tuhan Yang Hakiki….yang menggerakkan alam, meliputi segenap keadaan, tidak bisa diserupakan dengan keadaan atau makhluk ciptaan, tidak terikat oleh kata, waktu dan ruang karena Dia adalah La syarkiyyah wala Gharbiyyah (tidak timur dan tidak barat), Yang awal dan Yang Akhir, Dia Alfa Omega, Dialah AUM, OM dan Dialah TAO (inilah WUJUD kemurnian tentang Dzat Tuhan yang merupakan Misi setiap agama ) akan tetapi hal ini menjadi rancu, ketika orang sudah mengaitkan dengan kefanatikannya terhadap sang utusan. Sehingga tidaklah heran mereka menganggap orang yang suci seperti nabi-nabi adalah AFATHARA, yang menjadi perantara kalam ilahy (afathara/ Bethara) dengan jalan emanasi kepada manusia. Kasus ketuhanan Yesus sebenarnya tidak ada bedanya dengan agama-agama purba lainnya, karena selalu berakhir dengan “Penuhanan” pemimpin atau utusan Tuhan karena dianggap Tuhan berada di dalam dirinya. Tradisi kuno ini masih mempengaruhi umat Yesus yang ditinggalkannya, sampai sekarang.