Sejarah lahirBanyak orang mempertanyakan apakah ilmu akuntansi ada di dalam ajaran Islam. Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan syariah Islam) wajar jika banyak dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang meragukan dan mempertanyakan seperti apakah ekonomi islam. Jika kita mengkaji lebih jauh dan mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam, Al-Qur’an, maka akan menemukan ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi.
Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia. Ajaran agama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif yang membahas mengenai moralitas semata saja. Karena Islam adalah agama amal, sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari normatif menuju teoritis keilmuan yang faktual. Dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.
Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula. Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah SWTnya ilmu akuntansi syariah tidak terlepas dari perkembangan Islam, kewajiban mencatat transaksi non tunai (QS. Al-Baqarah: 282), mendorong umat islam peduli terhadap pencatatan dan menimbulkan tradisi pencatatan di kalangan umat, dan hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong kerjasama waktu itu. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…” (QS. Al-Baqarah: 282).
Begitu juga dengan kewajiban mengeluarkan zakat mendorong pemerintah membuat laporan pertanggungjawaban periodik terhadap baitul maal yang mereka kelola, begitu juga dengan pengusaha-pengusaha muslim pada waktu itu, mengklasifikasikan hartanya sesuai ketentuan zakat dan membayarkan zakatnya jika telah memenuhi ketentuan nisab dan haul. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan).