Kegiatan menuangkan gagasan keilmuan dalam bahasa ilmiah sering dilakukan dalam setiap ilmiah, dalam kegiatan diskusi, seminar, symposium, loka karya, orasi dan sejenisnya. Sering tersaji komunikasi ilmiah baik dalam bentuk tuliasn maupun lisan. Pada kegiatan ilmiah tersebut penyaji dituntut memiliki kemampuan untuk menyampaikan argument secara lisan yang dilengkapi pula dengan sajian argument keilmuan secara tertulis dalam bentuk karay tulis ilmiah. Selain itu mahasiswa selalu dituntut menyampaikan arguman dalam karya tulis ilmiah baik dalam berupa artikel, lapora kajian, makalah, skripsi, ataupun tesis ataupun disertasi.
Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jikapun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu. Disebut juga dengan penelitian lanjutan. Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan (mahasiswa) bukan sekadar menjadi penerima ilmu. Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang) ilmu. Dengan demikian, tugas kaum intelektual dan cendikiawan tidak hanya dapat membaca, tetapi juga harus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah. Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calon ilmuan wajib menguasai tata cara menyusun karya ilmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi juga praktik penulisannya. Kaum intelektual jangan hanya pintar bicara d an “menyanyi” saja, tetapi juga harus gemar dan pintar menulis. Istilah karya ilmiah disini adalah mengacu kepada karya tulis yang menyusun dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Di lihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraiaan, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian