Sejarah tentang perkembangan pemikiran keislaman memiliki mata rantai yang cukup panjang dan kajian atas persoalan ini pasti akan melibatkan kompleksitas, namun sejalan dengan itu upaya penggalian informasi mengenai perkembangan pemikiran keislaman melalui data-data (naskah-naskah) yang dihasilkan oleh para pemikir terdahulu (ulama terdahulu) menjadi sesuatu yang mutlak harus terus dilakukan, mengingat tema yang terkandung dalam naskah-naskah tesebut pun sangat beragam dan di antara tema yang cukup dominan serta telah banyak menarik perhatian para peneliti naskah adalah tentang tasawuf.
Secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa tasawuf merupkan aspek esoteric atau aspek batin yang harus dibedakan dari aspek eksoterik atau aspek lahir dalam islam. Tasawuf atau sufisme adalah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisesme dalam islam, adapun tujuan tasawuf ialah memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan tuhan, sehingga dirasakan benar bahwa seseorang sedang berada di hadiratnya, yang intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan tuhan dengan mangasingkan diri dan berkontemplasi .
Dalam islam kita mengenal dua aliran tasawuf, Pertama, aliran tasawuf falsafi, dimana para pengikutnya cederung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syatahiyyat), serta mertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan antara hamba dengan tuhan. Kedua, aliran tasawuf amali, dimana para penganutnya selalu memagari tasawuf dengan timbangan sayriat yang berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah, serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya. Dan ada juga yang membaginya menjadi tiga yaitu: tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Irfani dan Tasawuf Falsafi.
Diantara para sufi yang menganut aliran tasawuf Irfani adalah sufi yang terkenal dengan konsep fana`, baqa` dan al-Ittihad yang kita kenal dengan nama Abu Yazid al-Bustami.